Blogger Pages

Pages - Menu

Kamis, 29 Agustus 2019

Client Centered Theory


 Client Centered Theory
1.      Pengertian  Client Centered
Carl  R. Rogers mengembangkan terapi client centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client  centered adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya  sendiri. Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa: terapi client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner  dan konselor hanya  sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.[1]
Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti  terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.[2]
Jadi terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.
2.      Pandangan tentang sifat manusia. 
Teori Rogers  tentang pandangan manusia yang di kutip oleh Prayitno dan Erman Amti disebutkan bahwa terapi ini sering juga disebut dengan pendekatan yang beraliran humanistik. Yang mana menekankan pentingnya pengembangan potensi dan kemampuan secara hakiki ada pada setiap individu. Potensi dan kemampuan yang telah berkembang itu menjadi penggerak bagi upaya individu untuk mencapai tujuan- tujuan hidupnya.[3]
Manusia merupakan makhluk sosial dimana keberadaan setiap manusia ingin dihargai, dan diakui keberadaannya serta mendapatkan penghargaan yang positif dari orang lain dan rasa kasih sayang adalah kebutuhan jiwa yang paling mendasar dan pokok dalamhidup manusia. Pandangan client centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan–kecenderungan negatif dasar.[4]
Hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut:[5]
a.       Setiap manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan sendiri dan menentukan haluan hidupnya sendiri, serta bebas untuk mengejar kepentingannya sendiri selamatidak melanggar hak-hak orang lain.
b.      Manusia, seperti makhluk hidup yang lain, membawa dalam dirinya sendiri kemampuan, dorongan, dan kecenderungan untuk mengembangkan diri sendiri semaksimal mungkin.
c.       Seseorang akan menghadapi persoalan jika unsur-unsur dalam gambaran terhadap hdiri sendiri timbul konflik dan pertentangan, terlebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self).
d.      Manusia pada dasarnya berahlak baik, dapat diandalkan, dapat dipercayakan, cenderung bertindak secara konstruktif. Naluri manusia berkeinginan baik,bagi dirinya sendiri dan orang lain. Rogers berpendapat optimis terhadap daya kemampuan yang terkandung dalam batin manusia.  
e.       Cara berfikir seseorang dan cara menyesuaikan dirinya terhadap keadaan hidup yang dihadapinya, selalu  sesuai dengan pandangannya sendiri terhadap diri sendiri dan keadaan yang dihadapinya.




3.      Konsep Teori Kepribadian dalam Terapi Client Centered
Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah  dan perihatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting dari pada karakteristik kepribadian itu sendiri. Namun demikian, karena dalam proses konseling selalu memperhatikan perubahan- perubahan kepribadian, maka atas dasar pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandangan-pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi-asumsinya terhadap proses konseling.
Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus-menerus antara organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian  perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:[6]
a.       Penghargaan Positif Dari Orang Lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan  hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang-orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.
b.      Kecenderungan Mengaktualisasi
Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya..
c.       Person yang Berfungsi Utuh
Individu yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik




4.      Ciri-ciri terapi Client Centered
Ciri-ciri konseling berpusat pada person sebagai berikut: [7]
a.       Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
b.      Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
c.       Masa kini lebih banyak diperhatikakn dari pada masa lalu.
d.      Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
e.       Proses terapi merupakan penyerasian  antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.
Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapetik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif.

5.      Perilaku Bermasalah dalam Terapi Client- Centered
Klien memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas maslah- masalahnya serta cara-cara mengatasinya. Kepercayaana di letakkan pada keasanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri.  Kesehatan mental adalah  keselarasan antara diri ideal dengan diri riil. Pribadi yang penyesuaiannya  baik sangat erat hubungannya dengan pengalaman individu, yaitu segenap  pengalamannya diasimilasikan dan disadari ke dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi self. Sebaiknya, penyesuaian psikologis yang salah terjadi apabila konsepsi self menolak menjadi sadar pengalaman, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan tidak diorganisasikan ke dalam struktur self secara utuh.[8]
Menurut Rogers, pembentukan self berhubungan dengan pengalamannya. Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.  Kongruensi, pengalaman yang sesuai dengan self
2.  Tidak kongruensi, pengalaman yang tidak sesuai dengan self
3.  Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman 
Berdasarkan uraian-uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan karakteristik perilaku bermasalah adalah adalah: pengasingan yaitu orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang lain, ketidak selarasan antara pengalaman dan self, mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku yang salah penyesuaiannya. [9]

6.      Tujuan Terapi Client Centered
Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien  untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan  terapi tersebut perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal- hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya.[10]
Tujuan dasar dari layanan  client centered yaitu sebagai berikut: [11]
a)      Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
b)      Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Pada tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri.
c)      Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan  kepercayaan diri, berrati lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d)     Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk membangun keadaan berhasi dan berbahagia  , mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. 

7.       Peran konselor dalam terapi Client Centered
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien. Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.[12]
Selain peranan di atas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang ada pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan jalan menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana seperti itu konselor merupakan “agen pembangunan” yang mendorong terjadinya  perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.[13]

8.      Prosedur dalam terapi Client- Centered
Tahapan konseling berpusat pada person menurut Boy dan Pine jika dilihat dari apa yang dilakukan konselor dapat di buat dua tahap.
Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang subtantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan dan positif  tanpa syarat. Tahap Kedua, tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektifitas hubungan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Sedangkan jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan konseling dapat di jabarkan bahwa proses konseling dapat di bagi menjadi empat tahap, yaitu:[14] .
a)      Klien datang kepada konselor  dengan mimik wajah yang sangat kusam, takut, pakaian keadaan tidak rapi. Seakan-akan masalah yang dihadapinya sangat besar.
b)      Klien datang kepada konselor dan mempunyai harapan dapat memperoleh bantuan, kemudian konselor memberikan alternative bantuan.
c)      Pada saat awal proses konseling  konseli datang dengan sikap yang ragu- ragu, takut. Pada saat konseli ditanya oleh konselor maka jawaban yang diberikan oleh konseli belum bisa berterus terang, sehingga membutuhkan waktu untuk  selanjutnya, dan usaha yang dilakukan oleh konselor adalah menanamkan kepada konseli.
d)     Pada tahap terapi yang terakhir ini konseli mulai menghilangkan sikap takut, dan ragu- ragu. Sehingga konseli sudah mulai terbuka didepan konselor tentang permasalahan yang dialaminya, dan konseli mulai menceritakan hal-hal dengan permasalahan yang dihadapi.

9.      Teknik terapi Client Centered
Secara garis besar teknik terapi Client Centered yakni:[15]
a)      Konselor menciptakan suasana  komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
b)      Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
c)      Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.







BAB III
KESIMPULAN
Terapi client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien  untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Konsep perkembangan kepribadian menurut Rogers sebagai berikut: penghargaan positif dari orang lain, kecenderungan mengaktualisasi, dan person yang berfungsi utuh.
Sedangkan terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran daripada dengan dimensi-dimensi perasaan. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam rasional-emotif adalah memperbaiki dan mengubah sikap individu dengan cara mengubah cara berfikir dan keyakinan klien irasional menuju cara berpikir yang rasional, sehingga klien dapat meningkatkan kualitas diri dan kebahagian hidupnya. Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek REBT antara lain: A (Antecedent event), B (Belief),dan C (Emotional Consequence).




DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2003. Teori Dan Praktik Konseling & Psikoterapi. Bandung:PT. Rafika Aditama
Jones, Richard Neldson. 2011. Teori Dan Praktik Konseling Dan Terapi. Yoyakarta: Pustaka Pelajar
Latipun. 2008. Psikologi Konseling, Malang : UMM Press.
Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta: Kencana
Pihasniwati. 2008. Psikologi Konseling. Yogyakarta : Teras
Prayitno dan Amti, Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Sukardi, Dewa Ketut. 1985. Pengantar Psikologi Konseling. Jakarta: Ghalia Indonesia
Winkel, WS. 2007. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : PT Grasindo.




[1] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm.91.
[2] Prayitno dan Erman Amti,  Dasar- Dasar Bimbingan Konseling, ( Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004), hlm. 300.
[3] Prayitno dan Erman Amti,  Dasar- Dasar Bimbingan Konseling, ( Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004), hlm. 101.
[4] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hlm. 91.
[5] WS. Winkel, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta : PT Grasindo, 2007), hlm. 39.
[6] WS. Winkel, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta : PT Grasindo, 2007), hlm. 93

[7] Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta : Teras, 2008), hlm.128.
[8] Ibid, hlm.125
[9] Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008), hlm.98.
[10] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hlm.94.
[11] Ibid,.hlm.96.
[12] Latipun, Psikologi Konseling, hlm.106.
[13] Prayitno dan Erman Amti, (Jakarta: Rineka Cipta,2004), hlm.300.
[14] Ibid,.hlm.10.
[15] WS. Winkel, Bimbingan dan Konseling, hlm.402.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar